Ada satu kisah yang sangat BERHARGA, diceritakan seorang trainer Kubik
Leadership yang bernama Jamil Azzaini di kantor Bea dan Cukai Tipe A
Bekasi sekitar akhir tahun 2005. Dalam berceramah agama, beliau
menceritakan satu kisah dengan sangat APIK dan membuat air mata
pendengar berurai. Berikut ini adalah kisahnya:
“Mil, sampai Mama meninggal, Mama tidak akan melupakannya.” (suara mama semakin pilu dan menyayat hati),
“Selamat pak Jamil. Penyakit istri bapak sudah ketahuan.”
Maha benar sabda Rasulullaah shalallaahu ’alaihi wa sallam :
“Ridho Allah tergantung kepada keridhoan orang tua dan murka Allah
tergantung kepada kemurkaan orang tua” (HR Bukhori, Ibnu Hibban,
Tirmidzi, Hakim)
orang yang berpuasa sampai dia berbuka,
seorang penguasa yang adil,
dan doa orang yang teraniaya.
Doa mereka diangkat Allah ke atas awan dan dibukakan baginya pintu
langit dan Allah bertitah, ‘Demi keperkasaan-Ku, Aku akan memenangkanmu
(menolongmu) meskipun tidak segera.” (HR. Attirmidzi)
* Janganlah sekali-kali membuat marah orang tua, karena murka mereka
akan membuat murka Allah subhanau wa ta’ala. Dan bila kita ingin selalu
diridloi-Nya maka buatlah selalu orang tua kita ridlo kepada kita.
* Jangan sampai kita berbuat zholim atau aniaya kepada orang lain,
apalagi kepada kedua orang tua, karena doa orang teraniaya itu terkabul.
* Berhati-hatilah pada waktu marah kepada anak, karena kemarahan kita
dan ucapan kita akan dikabulkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, dan
kadang penyesalan adalah ujungnya.
* Doa orang tua adalah makbul, bila kita marah kepada Anak, berdoalah untuk kebaikan anak-anak kita, maafkanlah mereka.
Itulah informasi terbaru 2013 dari kami mengenai "Akibat Mengambil Uang Rp.150,-(Kisah Nyata)" semoga bisa bermanfaat bagi anda , anda juga
bisa melihat Akibat Mengambil Uang Rp.150,-(Kisah Nyata) 6 Juli 2014
Akibat Mengambil Uang Rp. 150,- (Kisah Nyata)
Update Jumat, 11 Juli 2014 at 09.00. by Bing 2013 Dalam topik Agama Islam,Kumpulan Cerita,Pendidikan
advertisment
Pada akhir tahun 2003, istri saya selama 11 malam tidak bisa tidur. Saya
sudah berusaha membantu agar istri saya bisa tidur, dengan membelai,
diusap-usap, masih susah tidur juga. Sungguh cobaan yang sangat berat.
Akhirnya saya membawa istri saya ke RS Citra Insani yang kebetulan dekat
dengan rumah saya. Sudah 3 hari diperiksa tapi dokter tidak menemukan
penyakit istri saya. Kemudian saya pindahkan istri saya ke RS Azra,
Bogor. Selama berada di RS Azra, istri saya badannya panas dan selalu
kehausan sehingga setiap malam minum 3 galon air Aqua. Setelah dirawat 3
bulan di RS Azra, penyakit istri saya belum juga diketahui penyakitnya.
Akhirnya saya putuskan untuk pindah ke RS Harapan Mereka di Jakarta dan
langsung di rawat di ruang ICU. Satu malam berada di ruang ICU pada
waktu itu senilai Rp 2,5 juta. Badan istri saya –maaf- tidak memakai
sehelai pakaian pun. Dengan ditutupi kain, badan istri saya penuh dengan
kabel yang disambungkan ke monitor untuk mengetahui keadaan istri saya.
Selama 3 minggu penyakit istri saya belum bisa teridentifikasi, tidak
diketahui penyakit apa sebenarnya.
Kemudian pada minggu ke-tiga, seorang dokter yang menangani istri saya
menemui saya dan bertanya, “Pak Jamil, kami minta izin kepada pak Jamil
untuk mengganti obat istri bapak.”
“Dok, kenapa hari ini dokter minta izin kepada saya, padahal setiap hari
saya memang gonta-ganti mencari obat untuk istri saya, lalu kenapa hari
ini dokter minta izin ?”
“Ini beda pak Jamil. Obatnya lebih mahal dan obat ini nantinya disuntikkan ke istri bapak.”
“Berapa harganya dok?”
“Obat untuk satu kali suntik 12 juta pak.”
“Satu hari berapa kali suntik dok?”
“Sehari 3 kali suntik.”
“Berarti sehari 36 juta dok?”
“Iya pak Jamil.”
“Dok, 36 juta bagi saya itu besar sedangkan tabungan saya sekarang
hampir habis untuk menyembuhkan istri saya. Tolong dok, periksa istri
saya sekali lagi. Tolong temukan penyakit istri saya dok.”
“Pak Jamil, kami juga sudah berusaha namun kami belum menemukan penyakit
istri bapak. Kami sudah mendatangkan perlengkapan dari RS Cipto dan
banyak laboratorium namun penyakit istri bapak tidak ketahuan.”
“Tolong dok…., coba dokter periksa sekali lagi. Dokter yang memeriksa dan saya akan berdoa kepada Rabb saya. Tolong dok dicari”
“Pak Jamil, janji ya kalau setelah pemeriksaan ini kami tidak juga
menemukan penyakit istri bapak, maka dengan terpaksa kami akan mengganti
obatnya.” Kemudian dokter memeriksa lagi.
“Iya dok.”
Setelah itu saya pergi ke mushola untuk shalat dhuha dua raka’at.
Selesai shalat dhuha, saya berdoa dengan menengadahkan tangan memohon
kepada Allah, -setelah memuji Allah dan bershalawat kepada Rasululloh,
“Ya Allah, ya Tuhanku….., gerangan maksiat apa yang aku lakukan.
Gerangan energi negatif apa yang aku lakukan sehingga engkau menguji aku
dengan penyakit istriku yang tak kunjung sembuh. Ya Allah, aku sudah
lelah. Tunjukkanlah kepadaku ya Allah, gerangan energi negatif apakah
yang aku lakukan sehingga istriku sakit tak kunjung sembuh ?
sembuhkanlah istriku ya Allah. Bagimu amat mudah menyembuhkan penyakit
istriku semudah Engkau mengatur Milyaran planet di muka bumi ini ya
Allah.”
Kemudian secara tiba-tiba ketika saya berdoa, “Ya Allah, gerangan
maksiat apa yang pernah aku lakukan? Gerangan energi negatif apa yang
aku lakukan sehingga aku diuji dengan penyakit istriku tak kunjung
sembuh?” saya teringat kejadian berpuluh-puluh tahun yang lalu, yaitu
ketika saya mengambil uang ibu sebanyak Rp150,-.
Dulu, ketika kelas 6 SD, SPP saya menunggak 3 bulan. Pada waktu itu SPP
bulanannya adalah Rp 25,-. Setiap pagi wali kelas memanggil dan
menanyakan saya, “JaMil, kapan membayar SPP ? JaMil, kapan membayar SPP ?
JaMil, kapan membayar SPP ?” Malu saya. Dan ketika waktu istrirahat
saya pulang dari sekolah, saya menemukan ada uang Rp150,- di bawah
bantal ibu saya. Saya mengambilnya. Rp75,- untuk membayar SPP dan Rp75,-
saya gunakan untuk jajan.
Saya kemudian bertanya, kenapa ketika berdoa, “Ya Allah, gerangan
maksiat apa? Gerangan energi negatif apa yang aku lakukan sehingga
penyakit istriku tak kunjung sembuh?” saya diingatkan dengan kejadian
kelas 6 SD dulu ketika saya mengambil uang ibu. Padahal saya hampir
tidak lagi mengingatnya ??. Maka saya berkesimpulan mungkin ini petunjuk
dari Allah. Mungkin inilah yang menyebabkan istri saya sakit tak
kunjung sembuh dan tabungan saya hampir habis. Setelah itu saya menelpon
ibu saya,
“Assalamu’alaikum Ma…”
“Wa’alaikumus salam Mil….” Jawab ibu saya.
“Bagaimana kabarnya Ma ?”
“Ibu baik-baik saja Mil.”
“Trus, bagaimana kabarnya anak-anak Ma ?”
“Mil, mama jauh-jauh dari Lampung ke Bogor untuk menjaga anak-anakmu.
Sudah kamu tidak usah memikirkan anak-anakmu, kamu cukup memikirkan
istrimu saja. Bagaimana kabar istrimu Mil, bagaimana kabar Ria nak ?”
–dengan suara terbata-bata dan menahan sesenggukan isak tangisnya-.
“Belum sembuh Ma.”
“Yang sabar ya Mil.”
Setelah lama berbincang sana-sini –dengan menyeka butiran air mata yang
keluar-, saya bertanya, “Ma…, Mama masih ingat kejadian beberapa tahun
yang lalu ?”
“Yang mana Mil ?”
“Kejadian ketika Mama kehilangan uang Rp150,- yang tersimpan di bawah bantal ?”
Kemudian di balik ujung telephon yang nun jauh di sana, Mama berteriak,
(ini yang membuat bulu roma saya merinding setiap kali mengingatnya)
“Gara-gara uang itu hilang, mama dicaci-maki di depan banyak orang.
Gara-gara uang itu hilang mama dihina dan direndahkan di depan banyak
orang. Pada waktu itu mama punya hutang sama orang kaya di kampung kita
Mil. Uang itu sudah siap dan mama simpan di bawah bantal namun ketika
mama pulang, uang itu sudah tidak ada. Mama memberanikan diri mendatangi
orang kaya itu, dan memohon maaf karena uang yang sudah mama siapkan
hilang. Mendengar alasan mama, orang itu merendahkan mama Mil. Orang itu
mencaci-maki mama Mil. Orang itu menghina mama Mil, padahal di situ
banyak orang. …rasanya Mil. Mamamu direndahkan di depan banyak orang
padahal bapakmu pada waktu itu guru ngaji di kampung kita Mil tetapi
mama dihinakan di depan banyak orang. SAKIT…. SAKIT… SAKIT rasanya.”
Dengan suara sedu sedan setelah membayangkan dan mendengar penderitaan
dan sakit hati yang dialami mama pada waktu itu, saya bertanya, “Mama
tahu siapa yang mengambil uang itu ?”
“Tidak tahu Mil…Mama tidak tahu.”
Maka dengan mengakui semua kesalahan, saya menjawab dengan suara serak,
“Ma, yang mengambil uang itu saya Ma….., maka melalui telphon ini saya
memohon keikhlasan Mama. Ma, tolong maafkan Jamil Ma…., Jamil berjanji
nanti kalau bertemu sama Mama, Jamil akan sungkem sama mama. Maafkan
saya Ma, maafkan saya….”
Kembali terdengar suara jeritan dari ujung telephon sana,
“Astaghfirullahal ‘Azhim….. Astaghfirullahal ‘Azhim….. Astaghfirullahal
‘Azhim…..Ya Allah ya Tuhanku, aku maafkan orang yang mengambil uangku
karena ia adalah putraku. Maafkanlah dia ya Allah, ridhailah dia ya
Rahman, ampunilah dia ya Allah.”
“Ma, benar mama sudah memaafkan saya ?”
“Mil, bukan kamu yang harus meminta maaf. Mama yang seharusnya minta
maaf sama kamu Mil karena terlalu lama mama memendam dendam ini. Mama
tidak tahu kalau yang mengambil uang itu adalah kamu Mil.”
“Ma, tolong maafkan saya Ma. Maafkan saya Ma?”
“Mil, sudah lupakan semuanya. Semua kesalahanmu telah saya maafkan, termasuk mengambil uang itu.”
“Ma, tolong iringi dengan doa untuk istri saya Ma agar cepat sembuh.”
“Ya Allah, ya Tuhanku….pada hari ini aku telah memaafkan kesalahan orang
yang mengambil uangku karena ia adalah putraku. Dan juga semua
kesalahan-kesalahannya yang lain. Ya Allah, sembuhkanlah penyakit
menantu dan istri putraku ya Allah.”
Setelah itu, saya tutup telephon dengan mengucapkan terima kasih kepada
mama. Dan itu selesai pada pukul 10.00 wib, dan pada pukul 11.45 wib
seorang dokter mendatangi saya sembari berkata,
“Apa dok?”
“Infeksi prankreas.”
Saya terus memeluk dokter tersebut dengan berlinang air mata
kebahagiaan, “Terima kasih dokter, terima kasih dokter. Terima kasih,
terima kasih dok.”
Selesai memeluk, dokter itu berkata, “Pak Jamil, kalau boleh jujur,
sebenarnya pemeriksaan yang kami lakukan sama dengan sebelumnya. Namun
pada hari ini terjadi keajaiban, istri bapak terkena infeksi prankreas.
Dan kami meminta izin kepada pak Jamil untuk mengoperasi cesar istri
bapak terlebih dahulu mengeluarkan janin yang sudah berusia 8 bulan.
Setelah itu baru kita operasi agar lebih mudah.”
Setelah selesai, dan saya pastikan istri dan anak saya selamat, saya
kembali ke Bogor untuk sungkem kepada mama bersimpuh meminta maaf
kepadanya, “Terima kasih Ma…., terima kasih Ma.”
Namun…., itulah hebatnya seorang ibu. Saya yang bersalah namun justru
mama yang meminta maaf. “Bukan kamu yang harus meminta maaf Mil, Mama
yang seharusnya minta maaf.”
Sahabat Hikmah…
“Ada tiga orang yang tidak ditolak doa mereka:
Kita dapat mengambil HIKMAH bahwa:
Bila kita seorang anak:
Bila kita sebagai orang tua:
advertisment
Jangan Lupa:
Akibat Mengambil Uang Rp. 150,- (Kisah Nyata)
Artikel ini diposting dari blog Bing 2013, Jumat, 11 Juli 2014, at 09.00 dalam topik Agama Islam, Kumpulan Cerita, Pendidikan dan permalink https://bing2013.blogspot.com/2014/07/akibat-mengambil-uang-rp-150-kisah-nyata.html. 510. Jangan lupa baca artikel terkait dan tinggalkan komentar anda.Baca juga artikel yang lain:
Langganan:Posting Komentar (Atom)
Tulis Komentar Kamu dibawah, pilih Name/URL atau pilih Anonymous.
0 Komentar untuk "Akibat Mengambil Uang Rp. 150,- (Kisah Nyata) "Posting Komentar